Foto: Nataliya Vaitkevich via pexels.com

Yuk, Kenalan Dengan Buku Braille!

Huruf braille ditemukan oleh seorang tunanetra bernama Louis Braille di Prancis. Huruf braille sudah melalui perjuangan dan penolakan hingga akhirnya dapat diterima di negara kelahiran Louis Braille setelah ia meninggal dunia. Seiring berjalannya waktu, para tunanetra merasakan manfaat penemuan huruf braille karena dapat memudahkan mereka untuk tetap mengakses informasi. Bahkan, dengan diterbitkannya buku-buku khusus huruf braille, para penyandang tunanetra bisa mendapatkan pendekatan literasi sejak dini. Oleh karena itu pula, PBB pun menetapkan tanggal 4 Januari sebagai World Braille Day atau Hari Braille Internasional. Semakin diakui oleh seluruh dunia, semakin banyak pula buku-buku braille diterbitkan untuk menjadi sarana penajaman bahasa tulis bagi penyandang tunanetra.

SISTEM HURUF BRAILLE

Namun, bagaimana sebetulnya sistem tulisan braille ini dibuat? Ternyata, sistem penulisan Braille ini menggunakan simbol-simbol pada domino, loh. Huruf-huruf Braille disusun berdasarkan pola enam titik timbul dengan posisi tiga vertikal dan titik horizontal. Lalu, huruf-huruf ini dibaca dari kiri ke kanan seperti huruf latin pada umumnya, dan dapat mewakili abjad, tanda baca, angka, simbol matematika, bahkan tanda musik. Yup, benar sekali, tanda musik!

Selain menggunakan enam titik domino layaknya huruf pada braille, musik braille memiliki sintaksis dan terjemahannya sendiri. Wow, menarik, ya? Sebagai tambahan, huruf-huruf braille pada sebuah buku pun membantu tunanetra mengasah kemampuan meraba dan juga mengeja kosakata dengan tepat.

AL-QURAN BRAILLE

Karena keluwesan sistem huruf braille, para tunanetra sangat terbantu dalam menambah wawasan—tidak hanya buku biasa, namun juga beberapa media literasi lainnya, termasuk kitab Al-Quran. Hal ini disambut dengan baik oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Bahkan, sudah banyak kampanye donasi khusus Al-Quran Braille untuk tunanetra di pelosok Indonesia.

Dilansir dari tempo.co, Kamis (20/10/22), seorang tunanetra bahkan berpendapat bahwa membaca AlQuran dengan format huruf braille terasa lebih mudah walau pada awalnya huruf-huruf tersebut agak sulit teridentifikasi. Tahapan membaca Al-Quran braille sama dengan Al-Quran konvensional, yaitu diawali dengan mempelajari Iqra. Walaupun adaptasi pembelajaran Al-Quran melalui braille tak memakan waktu yang lama, butuh pengulangan dan kegigihan untuk membiasakan kemampuan membaca Al-Quran braille.

CERITA AL-QURAN BRAILLE DALAM KECIL-KECIL PUNYA KARYA

Dengan tema serupa, Kecil-Kecil Punya Karya menghadirkan sebuah novel berjudul Hafalan Al-Quran Namira yang ditulis oleh Syifa Tsabisa Wiangga (12 tahun). Novel ini menceritakan bagaimana seorang anak bernama Namira yang bermimpi menjadi hafizah dengan kebutaan sejak lahir. Cerita Namira mengikuti lomba-lomba dan kejutan-kejutannya ini ditulis dengan inspiratif dan menarik. Selain itu, tema yang diangkat pun dapat menjadi pengetahuan baru bagi pembaca anak-anak mengenai Al-Quran

Foto: Dokumentasi KKPK
Facebook
X
LinkedIn
WhatsApp
Threads